• KPK menggembalikan mobil ke DPP PKS
  • KPK Harus Sita Aset Angelina Sondakh
  • Pro Kontra BBM live Pasar Rumput Mahfudz Siddiq vs Ruhut
  • Pengorbanan
  • Kami tidak Merasa Keluar Dari Koalisi
  • Membantu atau Justru Menjerat
pksjayabaru.com. Diberdayakan oleh Blogger.

Up date

(video) "Sidang Eksepsi LHI" yang media tidak berani menyiarkan

Written By Unknown on Selasa, 02 Juli 2013 | 05.47

Luthfi Hasan Ishaaq menjalani sidang pembacaan eksepsi ( nota keberatan) di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (1/7). 

Tak seperti pekan sebelumnya (24/6) saat sidang perdana dengan pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang sangat masif disiarkan berbagai media, sidang kali ini "sepi" pemberitaan.

Berikut tayangan video (durasi dua jam lebih) jalannya pembacaan eksepsi LHI...


Pengamat: BBM Mahal karena Pemerintah Beli Lewat Calo

Written By Unknown on Sabtu, 22 Juni 2013 | 03.36

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Ekonomi, Faisal Basri mempertanyakan kebijakan pemerintah yang membeli BBM dari perusahaan minyak milik Mohammad Reza Chalid yakni Petral Indonesia.

“Mengapa harus membeli dari Petral yang jelas-jelas harganya mahal, padahal masih banyak pilihan lain untuk membeli BBM yang harganya lebih murah,” katanya di Jakarta, Sabtu, (22/6).

Pemerintah, ujar Faisal, bisa mendapatkan BBM yang lebih murah dari negara-negara penghasil minyak dunia secara langsung, seperti Venezuela, Iran, Irak, maupun Angola. “Mengapa harus membeli minyak dari seorang calo minyak seperti Mohammad Reza, ada permainan apa,” tanyanya.

Faisal mengatakan, DPR juga selalu bungkam jika dipertanyakan soal pembelian BBM dari Mohammad Reza. Seharusnya, kalau DPR pro terhadap rakyat mereka bisa minta kepada BPK untuk mengaudit ongkos produksi minyak di Pertamina agar subsidi bisa ditekan.

“Mahalnya harga BBM karena pemerintah beli minyak dari calo, bukan dari negara penghasil minyak langsung,” katanya.
Reporter : Dyah Ratna Meta Novi
Redaktur : Karta Raharja Ucu

Pemberian BLSM Dinilai untuk Dongkrak Elektabilitas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemberian BLSM kepada rakyat kurang mampu sebagai kompensasi kenaikan harga BBM bersubsidi, dinilai Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) tidak tepat.

Menurut Ketua Apindo, Anton Supit, daripada pemerintah memberikan BLSM, sebaiknya uang tersebut digunakan untuk membangun infrastruktur jalan maupun pendidikan.

“Peningkatan infrastruktur jalan yang lebih baik akan mengurangi biaya transportasi. Sedangkan peningkatan sarana pendidikan akan menciptakan sumber daya manusia yang lebih baik. Kalau BLSM, ujung-ujungnya hanya kenaikan elektabilitas saja,” ujar Anton di Jakarta, Sabtu, (22/6).

Anton berpendapat, pemerintah sering membanggakan angkatan kerja Indonesia yang rata-rata masih usia produktif. Namun, pemerintah lupa kalau 60 persen angkatan kerja adalah buruh rumah tangga. Sebanyak 73 juta pekerja berijazah SMP dan SD.

Seharusnya, masih kata Anton, pemerintah bekerja keras menaikkan SDM dalam negeri daripada membanggakan diri Indonesia masuk dalam G-20. Sebab, hingga kini pemerintah masih mengirim TKI sebanyak tujuh hingga delapan juta sebagai pembantu rumah tangga di negeri orang.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemberian BLSM kepada rakyat kurang mampu sebagai kompensasi kenaikan harga BBM bersubsidi, dinilai Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) tidak tepat.

Menurut Ketua Apindo, Anton Supit, daripada pemerintah memberikan BLSM, sebaiknya uang tersebut digunakan untuk membangun infrastruktur jalan maupun pendidikan.

“Peningkatan infrastruktur jalan yang lebih baik akan mengurangi biaya transportasi. Sedangkan peningkatan sarana pendidikan akan menciptakan sumber daya manusia yang lebih baik. Kalau BLSM, ujung-ujungnya hanya kenaikan elektabilitas saja,” ujar Anton di Jakarta, Sabtu, (22/6).

Anton berpendapat, pemerintah sering membanggakan angkatan kerja Indonesia yang rata-rata masih usia produktif. Namun, pemerintah lupa kalau 60 persen angkatan kerja adalah buruh rumah tangga. Sebanyak 73 juta pekerja berijazah SMP dan SD.

Seharusnya, masih kata Anton, pemerintah bekerja keras menaikkan SDM dalam negeri daripada membanggakan diri Indonesia masuk dalam G-20. Sebab, hingga kini pemerintah masih mengirim TKI sebanyak tujuh hingga delapan juta sebagai pembantu rumah tangga di negeri orang.
Reporter : Dyah Ratna Meta Novi
Redaktur : Karta Raharja Ucu

BBM Disubsidi Adalah Omong Kosong

Written By Unknown on Selasa, 18 Juni 2013 | 00.04

Percakapan antara Djadjang dan Mamad
Oleh Kwik Kian Gie

Pemerintah berencana tidak membolehkan kendaraan berpelat hitam membeli bensin premium, karena harga Rp. 4.500 per liter jauh di bawah harga pokok pengadaannya. Maka pemerintah rugi besar yang memberatkan APBN. Apakah benar begitu?
Kita ikuti percakapan antara Djadjang dan Mamad. Djadjang (Dj) seorang anak jalanan yang logikanya kuat dan banyak baca. Mamad (M) seorang Doktor yang pandai menghafal.
Dj : Mad, apa benar sih pemerintah mengeluarkan uang tunai yang lebih besar dari harga jualnya untuk setiap liter bensin premium ?
M : Benar, Presiden SBY pernah mengatakan bahwa semakin tinggi harga minyak mentah di pasar internasional, semakin besar uang tunai yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk mengadakan bensin. Indopos tanggal 3 Juli 2008 mengutip SBY yang berbunyi : “Jika harga minyak USD 150 per barrel, subsidi BBM dan listrik yang harus ditanggung APBN Rp. 320 trilyun. Kalau USD 160, gila lagi. Kita akan keluarkan (subsidi) Rp. 254 trilyun hanya untuk BBM.”
Dj : Jadi apa benar bahwa untuk mengadakan 1 liter bensin premium pemerintah mengeluarkan uang lebih dari Rp. 4.500 ? Kamu kan doktor Mad, tolong jelaskan perhitungannya bagaimana ?
M : Gampang sekali, dengarkan baik-baik. Untuk mempermudah perhitungan buat kamu yang bukan orang sekolahan, kita anggap saja 1 USD = Rp. 10.000 dan harga minyak mentah USD 80 per barrel. Biaya untuk mengangkat minyak dari perut bumi (lifting) + biaya pengilangan (refining) + biaya transportasi rata-rata ke semua pompa bensin = USD 10 per barrel. 1 barrel = 159 liter. Jadi agar minyak mentah dari perut bumi bisa dijual sebagai bensin premium per liternya dikeluarkan uang sebesar (USD 10 : 159) x Rp. 10.000 = Rp. 628,93 – kita bulatkan menjadi Rp. 630 per liter. Harga minyak mentah USD 80 per barrel. Kalau dijadikan satu liter dalam rupiah, hitungannya adalah : (80 x 10.000) : 159 = Rp. 5.031,45. Kita bulatkan menjadi Rp. 5.000. Maka jumlah seluruhnya kan Rp. 5.000 ditambah Rp. 630 = Rp. 5.630 ? Dijual Rp. 4.500. Jadi rugi sebesar Rp. 1.130 per liter (Rp. 5.630 – Rp. 4.500). Kerugian ini yang harus ditutup oleh pemerintah dengan uang tunai, dan
dinamakan subsidi.
Dj : Hitung-hitunganmu aku ngerti, karena pernah diajari ketika di SD dan diulang-ulang terus di SMP dan SMA. Tapi yang aku tak paham mengapa kau menghargai minyak mentah yang milik kita sendiri dengan harga minyak yang ditentukan oleh orang lain ?
M : Lalu, harus dihargai dengan harga berapa ?
Dj : Sekarang ini, minyak mentahnya kan sudah dihargai dengan harga jual dikurangi dengan harga pokok tunai ? Hitungannya Rp. 4.500 – Rp. 630 = Rp. 3.870 per liter ? Kenapa pemerintah dan kamu tidak terima ? Kenapa harga minyak mentahnya mesti dihargai dengan harga yang Rp. 5.000 ?
M : Kan tadi sudah dijelaskan bahwa harga minyak mentah di pasar dunia USD 80 per barrel. Kalau dijadikan rupiah dengan kurs 1 USD = Rp. 10.000 jatuhnya kan Rp. 5.000 (setelah dibulatkan ke bawah).
Dj : Kenapa kok harga minyak mentahnya mesti dihargai dengan harga di pasar dunia ?
M : Karena undang-undangnya mengatakan demikian. Baca UU no. 22 tahun 2001 pasal 28 ayat 2. Bunyinya : “Harga Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar.” Nah, persaingan usaha dalam bentuk permintaan dan penawaran yang dicatat dan dipadukan dengan rapi di mana lagi kalau tidak di New York Mercantile Exchange atau disingkat NYMEX ? Jadi harga yang ditentukan di sanalah yang harus dipakai untuk harga minyak mentah dalam menghitung harga pokok.
Dj : Paham Mad. Tapi itu akal-akalannya korporat asing yang ikut membuat Undang-Undang no. 22 tahun 2001 tersebut. Mengapa bangsa Idonesia yang mempunyai minyak di bawah perut buminya diharuskan membayar harga yang ditentukan oleh NYMEX ? Itulah sebabnya Mahkamah Konstitusi menyatakannya bertentangan dengan konstitusi kita. Putusannya bernomor 002/PUU-I/2003 yang berbunyi : “Pasal 28 ayat (2) yang berbunyi : “Harga Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar dari Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.”
M : Kan sudah disikapi dengan sebuah Peraturan Pemerintah (PP) ?
Dj : Memang, tapi PP-nya yang nomor 36 tahun 2004, pasal 27 ayat (1) masih berbunyi : “Harga Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi, keuali Gas Bumi untuk rumah tangga dan pelanggan kecil, DISERAHKAN PADA MEKANISME PERSAINGAN USAHA YANG WAJAR, SEHAT DAN TRANSPARAN”. Maka sampai sekarang istilah “subsidi” masih dipakai terus, karena yang diacu adalah harga yang ditentukan oleh NYMEX.
M : Jadi kalau begitu kebijakan yang dinamakan “menghapus subsidi” itu bertentangan dengan UUD kita ?
Dj : Betul. Apalagi masih saja dikatakan bahwa subsidi sama dengan uang tunai yang dikeluarkan. Ini bukan hanya melanggar konstitusi, tetapi menyesatkan. Uang tunai yang dikeluarkan untuk minyak mentah tidak ada, karena milik bangsa Indonesia yang terdapat di bawah perut bumi wilayah Republik Indonesia. Menurut saya jiwa UU no. 22/2001 memaksa bangsa Indonesia terbiasa membayar bensin dengan harga internasional. Kalau sudah begitu, perusahaan asing bisa buka pompa bensin dan dapat untung dari konsumen bensin Indonesia. Maka kita sudah mulai melihat Shell, Petronas, Chevron.
M : Kembali pada harga, kalau tidak ditentukan oleh NYMEX apakah mesti gratis, sehingga yang harus diganti oleh konsumen hanya biaya-biaya tunainya saja yang Rp. 630 per liternya ?
Dj : Tidak. Tidak pernah pemerintah memberlakukan itu dan penyusun pasal 33 UUD kita juga tidak pernah berpikir begitu. Sebelum terbitnya UU nomor 22 tahun 2001 tentang Migas, pemerintah menentukan harga atas dasar kepatutan, daya beli masyarakat dan nilai strategisnya. Sikap dan kebijakan seperti ini yang dianggap sebagai perwujudan dari pasal 33 UUD 1945 yang antara lain berbunyi : ”Barang yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat” Dengan harga Rp. 2.700 untuk premium, harga minyak mentahnya kan tidak dihargai nol, tetapi Rp. 2.070 per liter (Rp. 2.700 – Rp. 630). Tapi pemerintah tidak terima. Harus disamakan dengan harga NYMEX yang ketika itu USD 60, atau sama dengan Rp. 600.000 per barrel-nya atau Rp. 3.774 (Rp. 600.000 : 159) per liternya. Maka ditambah dengan biaya-biaya tunai sebesar Rp. 630 menjadi Rp. 4.404 yang lantas dibulatkan menjadi
Rp. 4.500. Karena sekarang harga sudah naik lagi menjadi USD 80 per barrel pemerintah tidak terima lagi, karena maunya yang menentukan harga adalah NYMEX, bukan bangsa sendiri. Dalam benaknya, pemerintah maunya dinaikkan sampai ekivalen dengan harga minyak mentah USD 80 per barrel, sehingga harga bensin premium menjadi sekitar Rp. 5.660, yaitu: Harga minyak mentah : USD 80 x 10.000 = Rp. 800.000 per barrel. Per liternya Rp. 800.000 : 159 = Rp. 5.031, ditambah dengan biaya-biaya tunai sebesar Rp. 630 = Rp. 5.660 Karena tidak berani, konsumen dipaksa membeli Pertamax yang komponen harga minyak mentahnya sudah sama dengan NYMEX.
M : Kalau begitu pemerintah kan kelebihan uang tunai banyak sekali, dikurangi dengan yang harus dipakai untuk mengimpor, karena konsumsi sudah lebih besar dibandingkan dengan produksi.
Dj : Memang, tapi rasanya toh masih kelebihan uang tunai yang tidak jelas ke mana perginya. Kaulah Mad yang harus meneliti supaya diangkat menjadi Profesor.

PKS: APBN-P 2013 Timbulkan Anomali

Written By Unknown on Senin, 17 Juni 2013 | 05.59

RIMANEWS-Berbagai anomali terjadi dalam APBNP 2013. Pasalnya, setiap saat dikatakan APBN defisit sementara diakhir tahun selalu terjadi kelebihan anggaran. Demikian dikatakan anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) Andi Rahmat .
"Pemerintah selalu menggembar-gemborkan defisit APBN. Tapi setiap akhir tahun selalu ada kelebihan anggaran," kata Andi Rahman, dalam Rapat Paripurna DPR pengambil keputusan terhadap RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 19 tahun 2012 tentang APBN Tahun Anggaran 2013, di gedung DPR, Senayan Jakarta, Senin (17/6).
Anomali kedua yang dibangun pemerintah sebagai akibat menaikkan harga BBM lanjutnya, melembagakan inflasi hingga tidak pernah kurang dari 10 persen setiap tahunnya.
"Anomali ketiga, inflasi tersebut selalu ditujukan terhadap buruh yang jumlah gajinya masih belum memadai," ungkapnya.
Selain itu Andi Rahmat juga mengkritisi logika pemerintah yang dia anggap sangat kontradiksi. "Di satu sisi mengaku tengah berupaya mengurangi subsidi BBM terhadap warga negara yang dinilai mampu. Di sisi lain kuota BBM terus naik. Ini sangat tidak masuk akal," tegasnya.
Terakhir dia juga mengritisi tidak seriusnya pemerintah untuk mengonversi penggunaan BBM ke gas.
"Sumber alokasi pengguna gas kita tidak pernah dapat porsi yang adil. Bahkan gas kita diekspor untuk kepentingan negara lain," ungkapnya. [rimanews.com]

PKS: Dengan Gaji Besar, Anggota DPR Harusnya Tolak Kenaikan BBM

Written By Unknown on Minggu, 16 Juni 2013 | 21.49

REPUBLIKA.CO.ID, SEMANGGI -- Jelang rapat paripurna yang diagendakan bakal digelar untuk mengesahkan RAPBN 2013 pada Senin (17/6) ini, PKS masih coba mencari dukungan. Terlebih, menyangkut dengan pengesahan kenaikan harga BBM.
Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Indra mengimbau agar sejumlah partai yang mendukung kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) berpikir ulang.
''Coba pikir ulang lah,'' katanya, di Jakarta, Senin (17/6). Indra menjelaskan, kebijakan ini menyangkut masa depan rakyat yang akan hilang kesejahteraannya. Berbeda dengan para anggota DPR RI yang memiliki gaji besar.
Menurutnya, dengan gaji besar tersebut, mungkin kenaikan BBM tidak akan begitu terasa bagi wakil rakyat yang duduk di kursi empuk.''Gaji besar, harusnya anggota DPR tolak kenaikan BBM,'' kata Indra.
Dampak kenaikan BBM membuat masyarakat yang sudah sengsara makin menjadi sengsara, sama saja memiskinkan rakyat yang sudah miskin.Ini seharusnya menjadi tugas anggota DPR RI untuk membela kepentingan rakyat. ''Karena rakyat yang pilih mereka,'' kata Indra. [republika.co.id]

Anggota PKS Siap Dipotong Gaji Jika BBM Naik

Jakarta - Anggota F-PKS DPR, Indra mengaku siap gajinya sebagai anggota dewan dipotong jika alasan dinaikkannya BBM karena APBN Indonesia sedang mengalami krisis. Menurutnya, hal tersebut lebih baik dilakukan daripada harus menaikkan harga BBM tapi berdampak buruk terhadap masyarakat.

"Kalau memang APBN kita harus dihemat dan benar-benar krisis maka seharusnya anggaran para pejabat yang dipotong bukan kebutuhan mendasar masyarakat. Jadi kalau benar-benar krisis saya siap untuk menghibahkan atau memotong gaji saya untuk negara," ujar Indra dalam keterangannya, Minggu (16/6/2013).

Indra mengatakan, persoalan kenaikan BBM bukanlah sekedar bicara kenaikn harga Rp 1.500/Rp 2.000 saja. Melainkan dampak yang ditimbulkan setelah dinaikkan BBM untuk masyarakat.

"Sudah barang tentu kenaikan BBM akan berdampak pada melambungnya harga sembako, harga barang, biaya transportasi. Hal ini akan membebani rakyat dan beban ini tentunya akan paling dirasakan oleh ratusan juta rakyat kecil," ujarnya.

Indra mengatakan, besarnya konsumsi BBM kita adalah persoalan karena ketidakmampuan atau kegagalan pemerintah dalam mengelola BBM. Dan adanya mafia BBM yang menyelundupkan BBM kepada pihak asing dan juga banyaknya penyimpangan BBM bersubsidi.

"Yaitu dengan dijual kepada perusahaan-perusahaan tambang, pabrik-pabrik. Saya jadi bingung, apakah pemerintah tidak tahu atau pura-pura tidak tahu atas penyelundupan dan penyimpangan tersebut. Seharusnya hal ini yang ditindak dan diberantas," imbuhnya.

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template | PKS PIYUNGAN
Copyright © 2011. PKS JAYABARU - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger